Selamat datang di Olimpiade HAM, dimana kita menguji kinerja pemerintah bukan di lintasan lari atau kolam renang, tetapi di arena hak asasi manusia!

Hasil survei terbaru yang dilakukan oleh Kawula17 menunjukkan bahwa 19% masyarakat Indonesia menganggap HAM sebagai isu penting, meskipun tidak masuk dalam tiga besar topik terpenting, isu ini tetap berada dalam sepuluh besar. Layaknya atlet yang tidak selalu meraih medali emas, perhatian terhadap HAM patut diberikan perhatian khusus, terutama setelah pesta politik awal tahun yang membuka kembali pertanyaan tentang arti demokrasi dan hak asasi. Seperti api yang bisa dimulai dari percikan kecil, perhatian terhadap HAM perlu dipertahankan.

Hak asasi manusia adalah dasar dari semua aspek kehidupan kita, dan pemerintah, suka atau tidak, memegang peranan penting dalam menentukan cara hidup kita. Jadi, mari kita lihat bagaimana pemerintah berkompetisi di arena HAM.

Bagaimana Penilaian Masyarakat terhadap Kinerja Pemerintah dalam Menangani Isu HAM?

Sekitar 42% masyarakat menilai kinerja pemerintah dalam menangani isu HAM sebagai (sangat) buruk, 46% menganggap sudah cukup, dan hanya 13% yang memberikan pujian (sangat) bagus. Jadi, sementara pemerintah mungkin berlari di lintasan perunggu, mereka masih jauh dari podium emas.

Penilaian Masyarakat Terhadap Kinerja Pemerintah dalam HAM

Meh, Good Enough but Not Good Enough

Dalam pertandingan ini, pemerintah telah menunjukkan beberapa langkah positif, seperti program rehabilitasi dan rekonstruksi untuk memulihkan kondisi sosial dan ekonomi korban pelanggaran HAM berdasarkan laporan dari Kompas1KOMNAS HAM juga meluncurkan uji coba Penilaian HAM terhadap tujuh kementerian dan lembaga negara di bulan April kemarin2.

Namun, mari kita tidak berpura-pura bahwa pemerintah berada di jalur kemenangan. Terduga pelanggar HAM berat yang akan menjadi presiden Indonesia berikutnya menambah kekhawatiran. Amnesty Indonesia mencatat, pada tahun 2023, terdapat 95 serangan terhadap pembela HAM dengan total korban mencapai 268 orang—angka tertinggi sejak 20193. Aktivis Papua, jurnalis, petani, dan masyarakat adat adalah beberapa sasaran utama. Tentunya masih banyak contoh kasus lainnya yang diliput maupun yang tidak tersorot media.

Apa yang Harus Dilakukan Selanjutnya?

Isu HAM adalah tantangan yang harus terus diperjuangkan. Meskipun kita mungkin tidak memiliki sumber daya untuk memperbaiki semuanya sekaligus, kita dapat berperan aktif dalam meningkatkan kepedulian dan pengetahuan kita mengenai dampak HAM dalam kehidupan sehari-hari.

Peran Pengawasan Masyarakat

Masyarakat Indonesia adalah bangsa yang cerdas dan terdidik di era informasi ini. Banyak kasus HAM, meski mungkin tidak berskala besar, bisa membuat kita merasa kewalahan dan tidak berdaya. Tapi, jangan khawatir, banyak pejuang HAM yang sudah melakukan pekerjaan luar biasa. Kita tidak diminta untuk memulai revolusi; kita cukup memperkuat upaya mereka. Setiap dukungan kecil dapat membantu memperbesar dampak mereka, seperti memberi dorongan pada atlet yang sedang berlomba di Olimpiade. If there’s one thing our people are good at, it’s showing up and giving support!

Sebagai warga negara yang bertanggung jawab, kita perlu aktif mengawasi kinerja pemerintah. Ini berarti terlibat dalam diskusi, memantau kebijakan, dan mendukung inisiatif yang mempromosikan perlindungan HAM. Dengan terlibat, kita tidak hanya menonton dari pinggir lapangan; kita juga berkontribusi pada permainan.

Kesimpulan

Menilai kinerja pemerintah sebagai “cukup” dalam isu HAM sama halnya dengan memberi mereka medali perak—good enough tetapi tidak memuaskan. Kekhawatiran mengenai perlindungan hak-hak asasi adalah hal yang wajar dan harus ditindaklanjuti. Pemerintah perlu bekerja keras untuk mendapatkan medali emas dalam penanganan HAM, dan kita akan terus mengawasi.

____

Survei ini adalah rangkaian dari survei nasional per kuartal yang dilakukan oleh Kawula17, yang merupakan afiliasi dari PP17. Periode pengumpulan data survei ini dilakukan pada tanggal 12 – 21 Juli 2024 dengan ukuran sampel representatif sebesar 408 responden dari seluruh Indonesia dan diikuti oleh responden berusia 17 – 44 tahun dengan margin of error 5%.